WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN
SEWA MENYEWA
Indri Wahyuningseh
15220115 (D)
Abstract
The development of car lease rental business is currently
increasing, where one of the factors caused by the increasing demand for car
rental from tourists. With the development of rental car rental business, so
often there is a problem, especially between parties who rent a vehicle with
the tenant in terms of trust given by the party who leases to the tenant, where
the trust is often misused by the tenant in leasing the car so that the lease
often feel disadvantaged by the tenant such as the tenant did not meet the
achievements at all, not able to carry out what is promised, carry out what is
promised but too late and do actions that are prohibited in the agreement. In
this case the tenant may be said to have made a default against the leasing
party. Related to that matter will be discussed about how the settlement if the
tenant to do wanprestasi with company rental car in the lease agreement.
Keyword : Agreement, Lend-Lease, breach of contract.
Abstrak
Perkembangan bisnis sewa menyewa
mobil saat ini semakin meningkat, dimana salah satu faktor penyebabnya karena
meningkatnya permintaan sewa mobil dari wisatawan. Dengan semakin berkembangnya
usaha sewa menyewa mobil, maka sering pula terjadi suatu permasalahan terutama
antara pihak yang menyewakan kendaraan dengan pihak penyewa dalam hal
kepercayaan yang diberikan oleh pihak yang menyewakan kepada pihak penyewa,
dimana kepercayaan tersebut sering disalahgunakan oleh pihak penyewa dalam menyewakan
mobil sehingga yang menyewakan sering merasa dirugikan oleh pihak penyewa
seperti misalnya penyewa tidak memenuhi prestasi sama sekali, tidak mampu
melaksanakan seperti apa yang dijanjikan, melaksanakan apa yang dijanjikan
tetapi terlambat dan melakukan tindakan yang dilarang dalam perjanjian. Dalam
hal ini maka penyewa dapat dikatakan telah melakukan wanprestasi terhadap pihak
yang menyewakan. Berkaitan dengan hal tersebut maka akan dibahas mengenai
bagaimana penyelesaiannya apabila penyewa melakukan wanprestasi dengan perusaan
rental mobil dalam perjanjian sewa menyewa tersebut.
Kata Kunci : Perjanjian,
sewa menyewa, wanprestasi.
PENDAHULUAN
Pada era reformasi ini berkembang
arus globalisasi ekonomi dalam kerjasama dibidang jasa berkembang sangat pesat.
Masyarakat semakin banyak mengikat dirinya dengan masyarakat lainnya, sehingga
timbul perjanjian salah satunya adalah perjanjian sewa menyewa. Perjanjian sewa
menyewa banyak digunakan oleh para pihak pada umumnya, karena dengan adanya
perjanjian sewa menyewa ini dapat membantu para pihak, baik itu dari pihak
penyewa maupun pihak yang menyewakan.
Penyewa mendapatkan keuntungan dari benda yang disewakan sedangkan yang
menyewakan akan memperoleh keuntungan dari harga sewa yang telah diberikan oleh
pihak penyewa.
Sewa menyewa merupakan perbuatan
perdata yang dapat dilakukan oleh suatu subyek hukum (orang dan badan hukum). Perjanjian
sewa menyewa diatur dalam Pasal 1548-1600 KUH Perdata. Berkaitan dengan hal
tersebut, unsur-unsur yang tercantum dalam sewa menyewa sebagaimana diatur
dalam pasal 1548 KUH Perdata tersebut adalah : (1) Adanya pihak yang menyewakan
dari pihak p enyewa. (2) Adanya
kesepakatan antara kedua belah pihak. (3) Adanya subyek sewa menyewa yaitu
barang (baik barang bergerak maupun tidak bergerak). (4) Adanya kewajiban dari
pihak yang menyewakan kenikmatan kepada
pihak yang menyewa atas suatu benda dan lain-lain. (5) Adanya kewajiban dari
penyewa untuk menyerahkan uang pembayaran kepada pihak yang menyewakan.
Penggunaan mobil rental oleh penyewa
mobil diawali dengan terikatnya perusahaan pelayanan rental mobil dengan
penyewa mobil dalam perjanjian sewa menyewa mobil untuk jangka waktu tertentu
baik dengan atau tanpa diberikan jaminan oleh penyewa mobil kepada perusahaan
pelayanan rental mobil, yang mana di dalam perjanjian pihak-pihak yang tidak
memberikan jaminan tidak kepada semua orang yang meyewa mobil, melainkan hanya
kepada orang-orang yang dianggap oleh perusahaan rental mobil dapat dipercaya,
sedangkan yang menggunakan jaminan biasanya jaminan yang dipakai antara lain
meliputi, kartu keluarga, kartu tanda penduduk, dan motor milik sang penyewa
tersebut, yang berakibat timbulnya suatu perikatan.
Akan tetapi dalam kenyataannya
perjanjian sewa menyewa tidak semua perjanjian terlaksana seperti yang
diperjanjikan, terkadang pihak yang menyewakan tidak dapat memenuhi kewajiban
sesuai dengan yang disepakati dalam perjanjian. Tidak terpenuhinya kewajiban
tersebut disebabkan karena adanya kelalaian atau kesengajaan atau karena suatu
peristiwa yang terjadi diluar masig-masing pihak. Dengan kata lain disebabkan
oleh wanprestasi dan overmacth. Overmacth dan keadaan memaksa
adalah keadaan tidak dapat dipenuhinya prestasi oleh debitur karena terjadi
suatu peristiwa bukan karena kesalahannya, peristiwa mana tidak dapat diketahui
atau tidak diduga akan terjadi pada waktu membuat perikatan.[1]
Wanprestasi adalah tidak dipenuhinya
atau lalai melaksanakan kewajiban (prestasi) sebagaimana yang ditentukan dalam
perjanjian yang dibuat antara kreditor dan debitor.[2]
Wanprestasi dapat berupa:
a.
Tidak
melaksanakan apa yang disamggupi akan dilakukannya.
b.
Melaksanakan
apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana mestinya.
c.
Melakukan apa
yang dijanjikannya tetapi terlambat.
d.
Melakukan suatu
yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Penyalahgunaan mobil yang disewa
selain mengakibatkan kerugian terhadap perusahaan rental mobil juga
mengakibatkan kerugian oleh masyarakat akibat dari ketidak-tauhannya bahwa
mobil yang dijadikan jaminan untuk suatu transaksi pinjam uang adalah mobil
rental sehingga ketika pinjaman jatuh tempo, mobil tidak dapat di tarik karena
bukan milik peminjam uang (penyewa mobil), namun milik perusahaan rental mobil.
Dalam hal wanprestasi kasusnya yang
terjadi di dalam perjanjian sewa menyewa sering terjadi wanprestasi seperti
pengembalian barang yang disewa tetapi terlambat hal tersebut sering kali
membuat rugi bagi pemilik usaha rental, barang yang disewa digadaikan oleh
debitor dan barang yang disewa digunakan untuk melanggar Undang-undang yang
berlaku dan masih banyak yang lainnya. Dalam hal ini keahlian dan pengetahuan
setiap orang yang melakukan kesepakatan sangat berpengaruh, karena tidak sedikit
wanprestasi yang terjadi berdampak pada penilaian masyarakat, kesalahan yang
dibuat oleh seseorang sering menjadi bahan pembicaran dikalangan masyarakat.
Dalam hal ini seperti bukti tertulis berperan sangat penting untuk memberikan
keterangan mana pihak yang berprestasi dan mana pihak yang tidak berprestasi.
PEMBAHASAN
Pengertian
Wanprestasi
Menurut Kamus Hukum, wanprestasi
berarti “kelalaian, kealpaan, cidera janji, tidak menepati kewajibannya dalam
kontrak”. Jadi, wanprestasi adalah suatu keadaan dalam mana seorang debitor
(berutang) tidak melaksanakan prestasi yang diwajibkan dalam suatu kontrak,
yang dapat timbul karena kesengajaan atau kelalaian debitor itu sendiri dan
adanya keadaan memaksa (overmacht).
Wanprestasi
( default, nonfulfillment, breach of contract, atau cidera janji),
menurut Munir Fuady, adalah tidak dilaksanakannya prestasi atau kewajiban
sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kantrak terhadap pihak-pihak tertentu
yang disebutkan dalam kontrak, yang merupakan pembelokan pelaksanaan kontrak,
sehingga menimbulkan kerugian yang disebabkan oleh kesalahan oleh salah satu
atau para pihak.[3]
Seorang debitor atau pihak yang
mempunyai kewajiban melaksanakan prestasi dalam kontrak, yang dapat dinyatakan
telah melakukan wanprestasi ada 4 (empat) macam wujudnya, yaitu:
1.
Tidak
melaksanakan prestasi sama sekali;
2.
Melaksanakan
prestasi, tetapi tidak sebagaimana mestinya;
3.
Melaksanakan
prestasi , tetapi tidak tepat pada waktunya;
4.
Melaksanakan
perbuatan yang dilarang dalam kontrak.
Secara praktikal, sulit untuk
menentukan momen atau saat terjadinya wanprestasi dalam wujud tidak
melaksanakan prestasi dan melaksanakan prestasi tetapi tidak tepat waktunya,
karena para pihak lazimnya tidak menentukan secara tegas waktu untuk melaksanakan
prestasi yang dijanjikan dalam kontrak yang mereka buat. Selain itu, juga sulit
menentukan momen atau saat terjadinya wanprestasi dalam wujud melaksanakan
prestasi tetapi tidak sebagaimana mestinya, jika para pihak tidak menentukan
secara konkrit pretasi yang seharusnya dilaksanakan dalam kontrak yang mereka
buat.
Wujud wanprestasi yang lebih mudah
ditentukan momen atau saat terjadinya adalah melaksanakan perbuatan yang
dilarang dalam kontrak, karena jika seorang debitor atau pihak yang mempunyai
kewajiban melaksanakan prestasi dalam kontak itu melaksanakan perbuatan yang
dilarang dalam kontrak, maka dia tidak melaksanakan wanprestasinya.
Meskipun sulit
menentukan momen/saat terjadinya wanprestasi, KUH Perdata memuat ketentuan yang
dapat dirujuk, khususnya bagi kontrak yang prestasinya memberikan sesuatu,
yaitu pasal 1237 KUH Perdata, yang rumusan selengkapnya, sebagai berikut:
“Dalam hal adanya
perikatan untuk memberikan suatu kebendaan tertentu, kebendaan itu semenjak
perikatan dilahirkan, adalah atas tanggungan kreditor. Jika debitor lalai akan
menyerahkannya, maka sejak saat kelalaian, kebendaan adalah atas
tanggungannya”.
Merujuk kepada Pasal 1237 KUH
Perdata, dapat dipahami bahwa wanprestasi telah terjadi saat debitor atau pihak yang mempunyai
kewajiban melaksanakan prestasi dalam kontrak tidak melaksanakan prestasinya,
dalam arti dia lalai menyerahkan benda/barang yang jumlah, jenis, dan waktu
penyerahannya telah ditentukan secara tegas dalam kontrak.
Dasar hukum
wanprestasi
Pasal 1238 “Debitur dinyatakan lalai
dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan
dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus
dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”
Pasal 1234 BW “Penggantian biaya,
kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan,
bila debitor, walaupun telah dinyatakan lalai, tetapi lalai untuk memenuhi
perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya
dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah
ditentukan”.
Pada dasarnya
Debitor wanprestasi kalau debitur:[4]
1.
Terlambat
berprestasi
2.
Tidak
berprestasi
3.
Salah
berprestasi
Model-model
wanprestasi dan doktrin pelaksanaan kontrak secara substansial
Ada
berbagai model bagi para pihak yang tidak memenuhi prestasinya walaupun
sebelumnya sudah setuju untuk dilaksanakannya. Model-model wanprestasi tersebut
adalah sebagai berikut:
a.
Wanprestasi
berupa tidak memenuhi prestasi
b.
Wanprestasi
berupa terlambat memenuhi prestasi
c.
Wanprestasi
berupa tidak sempurna memenuhi prestasi
Dalam hal wanprestasi berupa tidak
sempurna memenuhi prestasi, dalam ilmu hukum kontrak dikenal dengan suatu
doktrin yang disebut dengan “Doktrin Pemenuhan Prestasi Substansial” (Substansial
Performance). Yang dimaksud dengan “Doktrin Pemenuhan Prestasi Substansial”
adalah suatu doktrin yang mengajarkan bahwa sungguhpun satu pihak tidak
melaksanakan prestasinya secara sempurna, tetapi jika dia telah melaksanakan
prestasinya tersebut secara substansial, maka pihak lain harus juga melaksanakan
prestasinya secara sempurna. Apabila suatu pihak tidak melaksanakan prestasinya
secara substansial, maka dia disebut telah tidak melaksanakan kontrak secara
“material” (material breach).
Karena itu, jika telah dilaksanakan
substansial performance terhadap kontrak yang bersangkutan, tidaklah berlaku
lagi doktrin exceptio non adimpleti contractus, yaitu doktrin yang
mengajarkan bahwa apabila satu pihak tidak melaksanakan prestasinya, maka pihak
lain dapat juga tidak melaksanakan prestasinya.
Misalnya
jika seorang kontraktor mengikat kontrak dengan pihak bouwheer untuk mendirikan
sebuah bangunan, misalnya dia hanya tinggal memasang kunci bagi bangunan
tersebut sementara pekerjaan-pekerjaan lainnya telah selesai dilakukannya, maka
dapat dikatakan dia telah melaksanakan kontrak secara substansial. Sementara
kunci yang tidak dipasang pada bangunan tersebut bukan berarti dia telah tidak
melaksanakan kontrak secara “material” (material breach).
Akan tetapi tidak terhadap semua
kontrak dapat diterapkan doktrin pelaksanaan kontrak secara substantial. Untuk
kontrak jual beli atau kontrak yang berhubungan dengan tanah misalnya, biasanya
doktrin pelaksanaan kontrak secara substansial tidak dapat diberlakukan.
Untuk kontrak-kontrak yang tidak
berlaku doktrin pemenuhan prestasi secara substansial, berlaku doktrin
pelaksanaan prestasi secara penuh, atau sering disebut dengan istilah-istilah
sebagai berikut:
1)
Strict
performance rule; atau
2)
Full
performance rule; atau
3)
Perfect tender
rule.
Jadi, berdasarkan doktrin
pelaksanaan kontrak secara penuh ini, misalnya seorang penjual menyerahkan
barang dengan tidak sesuai (dari segala aspek) dengan kontrak, maka pihak pembeli
dapat menolak barang tersebut.
Pernyataan
lalai sebagai syarat prosedural penentuan momen/saat terjadinya wanprestasi
Pernyataan
lalai sebagai syarat prosedural penentuan momen/saat terjadinya wanprestasi
disimpulkan dari substansi Pasal 1243 KUH Perdata yang rumusan selengkapnya,
sebagai berikut:[5]
“penggantian biaya, rugi dan bunga
karena tidak dipenuhinya suatu perikatan, barulah milai diwajibkan apabila
debitor setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetep melalaikannya,
atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya dalam tenggang waktu
tertentu telah dilampauinya”.
Merujuk pada Pasal 1243 KUH Perdata,
dapat dipahami bahwa secara prosedural tetapi konkrit, suatu wanprestasi baru
terjadi jika debitor atau pihak yang mempunyai kewajiban melaksanakan prestasi
dalam konntak, dinyatakan lalai (in mora stelling, ingebreke stelling)
untuk melaksanakan prestasinya, atau dengan kata lain wanprestasi ada jika
debitor atau pihak yang mempunyai kewajiban melaksanakan wanprestasi dalam
kontrak tersebut tidak dapat membuktikan bahwa ia melakukan wanprestasi diluar
kesalahannya atau karena keadaan memaksa. Jadi “pernyataan lalai” adalah suau rechtmidded
atau upaya hykum kontrak (vide KUH Perdata) untuk sampai kepada
tahap debitor atau pihak yang mempunyai kewajiban melaksanakan prestasi dalam
kontrak tersebut dinyatakan “wanprestasi”.
Jadi dalam pelaksanaan prestasi
tidak ditentukan tenggang waktunya, maka seorang kreditor atau pihak yang
mempunyai hak menerima prestasi dalam kontrak, dipandang perlu untuk
memperingatkan/menegur agar debitor atau pihak lainnya yang mempunyai kewajiban
melaksanakan prestasi dalam kontrak memenuhi kewajibannya. Teguran ini disebut
juga dengan somasi (sommatie). Sebaliknya, jika tenggang waktu
pelaksanaan prestasi telah ditentukan, maka menurut Pasal 1238 KUH Perdata
debitor atau pihak yang mempunyai kewajiban melaksanakan prestasi dalam kontrak
dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan. Suatu somasi harus
diajukan secara tertulis yang menerangkan apa yang dituntut, atas dasar apa,
dan pada saat kapan diharapkan pelaksanaan prestasi, agar berguna bagi kreditor
atau pihak yang mempunyai hak menerima prestasi jika ingin menuntut debitor
pihak yang mempunyai hak menerima prestasi jika ingin menuntut debitor atau
pihak yang mempunyai kewajiban melaksanakan prestasi dalam kontrak di
pengadilan. Dalam gugatan inilah, somasi menjadi alat bukti bahwa debitor atau
pihak yang mempunyai kewajiban melaksanakan prestasi dalam kontrak benar-benar
telah melakukan wenprestasi.
Menurut Mariam Darus Badrulzaman,
pernyataan lalai diperlukan dalam hal seseorang meminta ganti rugi atau meminta
pemutus kontrak dengan membuktikan adanya wanprestasi. Menurut ilmu hukum
perdata, jika kreditor ternyata menuntut pelaksanaan prestasi tersebut, maka
pernyataan lalai tidak diperlukan, karena hak untuk mendapatkan pelaksanaan prestasi
itu sudah ada dalam kontrak itu sendiri, sedangkan hak untuk meminta ganti rugi
atau pemutusan, dasarnya ialah “ sudah dilakukannya wanprestasi oleh debitor”,
sehingga pernyataan lalai sangat diperlukan. Namun, dalam praktik hukum di
pengadilan (yurisprudensi) jika kreditor tidak menuntut pelaksaan prestasi,
maka pernyataan lalai juga diperlukan, sebab untuk menjaga kemungkinan agar
debitor tidak merugikan kreditor, misalnya debitor digugat di pengadilan,
karena wanprestasi, sedangkan sebelumnya tidak ada pernyataan lalai itu, maka
debitor dapat menyatakan bahwa sebelumnya terhadap debitor belum dilakukan
pemberitahuan oleh kreditor. Jadi, pernyataan lalai prelu dilakukan dalam hal
kreditor atau pihak yang mempunyai hak menerima prestasi menuntut ganti rugi dari
debitor atau pihak yang mempunyai kewajiban melaksanakan prestasi dalam
kontrak. Sebaliknya, pernyataan lalai tidak perlu dilakukan jika kreditor atau
pihak yang mempunyai hak menerima prestasi dari debitor atau pihak yang
mempunyai kewajiban melaksanakan prestasi dalam kontrak hanya menuntut
pelaksanaan prestasi yang dujanjikan dalam kontrak, tidak menuntut ganti rugi.
Selanjutnya, pernyataan lalai perlu
dilakukan untuk kontrak yang prestasinya dilaksanakan tetapi tidak tepat
waktunya, karena dengan pernyataan lalai tersebut debitor atau pihak yang
mempunyai kewajiban melaksanakan prestasi dalam kontrak masih diberikan
kesempatan untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang dijanjikan dalam kontrak. Jika debitor
atau pihak yang mempunyai kewajiban melaksanakan prestasi dalam kontrak tidak
melaksanakan prestasinya (wanprestasi) atau tidak mengindahkan pernyataan lalai
yang disampaikan kepadanya, maka dia dinyatakan tidak melaksanakan kontrak.
Menurut Mariam Darus Badrulzaman,
jika debitor ternyata keliru melakukan prestasinya dan kelirunya itu terjadi
dengan itikad baik, maka pernyataan lalai perlu dilakukan, tetapi jika
kelirunya itu terjadi dengan itikad buruk, maka pernyataan lalai tidak perlu
dilakukan. Selain itu pernyataan lalai juga tidak perlu dilakukan jika
peringatan (somasi) diadakan untuk jangka waktu tertentu, oleh karena dengan
dilampauinya jangka waktu itu, berarti debitor telah tidak melaksanakan
prestasi yang dijanjikan dalam kontrak.
J.H Niewenhius menegaskan bahwa
dalam keadaan tertentu untuk membuktikan wanprestasi debitor tidak diperlukan
pernyataan lalai, misalnya:
a.
untuk pemenuhan
prestasi berlaku tenggang waktu yang fatal (fatale termijn);
b.
debitor menolak
pemenuhan;
c.
debitor
mengakui kelalaiannya;
d.
pemenuhan
prestasi tidak mungkin (diluar overmacht)
e.
pemenuhan tidak
lagi berizin (zinloos); dan
f.
debitor
melakukan prestasi tidak sebagaimana mestinya.
Dalam praktik, menurut penjelasan
Agus Yudha Hernoko, penyusunan kontrak seringkali dimasukkan klausul yang
isinya sebagaimana tersebut diatas, misalnya ‘fatale termijrl, sehingga dengan tidak dipenuhi satu diantara
beberapa kewajiban debitor dalam kontrak, otomatis telah terjadi wanprestasi.
Biasanya untuk menindaklanjuti kondisi ini dicantumkan juga klausa pemutusan
kontrak sebagai salah satu bentuk sanksi yang memunkinkan ditempuh pihak
kreditor.
Bentuk pernyataan lalai yang disebut
juga dengan somasi diatur dalam Pasal 1238 KUH Perdata, yang berupa:
a.
surat perintah
(behel of sortgelijke akte), yaitu suatu perintah lisan (exploit)
yang disampaikan melalui juru sita pada pengadilan kepada debitor atau pihak
yang mempunyai kewajiban melaksanakan prestasi dalam kontrak, yang berwujud
salinan surat peringatan. Mahkamah Agung menerbitkan Surat Edaran (SEMA) Nomor
3/1963 yang secara subtantif mengakui bahwa turunan surat gugatan kreditor atau
pihak yang mempunyai kewajiban melaksanakan prestasi dalam kontrak, dapat
dianggap pernyataan lalai;
b.
akta sejenis,
yaitu akta otentik yang sejenis dengan perintah lisan (exploit) juru
sita pada pengadilan itu yang antara lain dapat berupa surat, telex, telegram, facsimile,
dan lain-lain;
c.
sesuai dengan
kesepakatan yang dinyatakan secara tegas dalam kontrak itu sendiri.
Struktur pernyataan lalai atau
somasi terhadap debitor atau pihak yang mempunyai kewajiban melaksanakan
prestasi dalam kontrak tetapi melakukan wanprestasiterdiri dari :
a.
Identitas
pemberi dann penerima pernyataan lalai atau somasi, mencakup:
1)
Nama lengkap
2)
Umur dan tempat
tanggal lahir
3)
Pekerjaan
4)
Alamat atau
domisili
b.
Posita/fundamentum
petendi/ duduknya perkara (secara singkat)
adalah dalil-dalil faktual yang bersifat konkrit yang menjelaskan hubungan
hukum yang menjadi dasar dan alasan-alasan tuntutan.
c.
Tuntutan/petitum
(sebagai isi pernyataan lalai atau somasi):
1)
Pegosongan
(jika objek sengketa tanah atau rumah).
2)
Tenggang waktu
3)
Dan lain-lain,
sesuai dengan prestasi yang dijanjikan oleh penerima pernyataan lalai atau
somasi.
Debitor atau pihak yang mempunyai
kewajiban melaksanakan prestasi dalam kontrak kemudian diberikan pernyataan
lalai oleh kreditor atau pihak yang mempunyai hak menerima prestasi, maka dia
dapat mengajukan pembelaan, sebagai berikut:
a.
Mengajukan
dalil-dalil yang membuktikan adanya keadaan memaksa yang mengakibatkan
wanprestasi;
b.
Mengajukan
dalil-dalil yang membuktikan bahwa kreditor atau pihak yang mempunyai hak
menerima prestasi ternyata juga telah lalai;
c.
Mengajukan
dalil-dalil bahwa kreditor atau pihak yang mempunyai hak menerima prestasi,
telah melepaskan haknya untuk menuntut ganti rugi;
d.
Mengajukan dalil-dalil
bahwa kreditor atau pihak yang mempunyai hak menerima prestasi juga menjadi
debitor atau pihak yang mempunyai kewajiban melaksanakan prestasi dalam kontrak
bagi dirinya, dengan kata lain telah menjadi kompensasi atau perjumpaan utang.
Memperbaiki
kelalaian
Dalam hal seorang debitur telah
disomir dan dia telah melewatkan tenggang waktu yang diberikan kepadanya, tanpa
memberikan prestasi yang menjadi kewajiban perikatannya, maka ia ada dalam
keadaan lalai. Dalam hal demikian, apakah ia selanjutnya sudah tidak lagi
wenang untuk memperbaiki kelalaiannya. Dalam arti untuk selanjutnya prestasi
apakah tetap dianggap tidak sah? Pada prinsipnya debitur sudah tidak wenang
lagi, kecuali kreditur masih bersedia untuk menerima prestasi debitur.[6]
Penyelesaian
wanprestasi dalam pelaksanaan perjanjian sewa menyewa mobil
Untuk
penyelesaian atau solusi yang ditempuh perusahaan retal mobil dan pihak penyewa
atas kasus-kasus wanprestasi yang tejadi adalah sebagai berikut:
1.
Tidak memenuhi
prestasi sama sekali
Untuk kategori wanprestasi yang
pertama yaitu yang pernah dilakukan oleh pihak perusahaan kepada penyewa yang
mana pihak perusahaan tidak dapat menyediakan kendaraan sewa pada waktu yang
dijanjikannya. Melalui perjanjian secara lepas kunci , perjanjian yang
dilakukan antara perusahaan rental dengan penyewa ini melalui system bokiing
atau inden yang mana pihak penyewa tidak datang secara langsung ke
tempat perusahaan rental yaitu hanya melalui telefon dan perjanjian ini dibuat
oleh para pihak mengikat untuk mematuhinya.
Pihak perusahaan rental telah
melakukan Asas Iktikad baik yang mana mau bertanggung jawab atas keterlambatan
mobil sewanya tersebut dan pihak penyewa hanya dikenakan separo atau setengah
dari kesepakatan harga awal perjanjian. Wanprestasi tersebut sebenarnya juga
merugikan pihak perusahaan bila penyewa merasa dikecewakan mengingat dalam
bidang usaha ini pelayan/service merupakan hal penting bagi kelangsungan dan
kesuksesan suatu usaha. Wanprestasi tersebut memberikan citra yang kurang baik
bagi perusahaan penyewa yang berkeinginan memperoleh jumlah pelanggan
sebanyak-banyaknya.
2.
Melaksnakan apa
yang dijanjikannya tetapi terlambat
Dengan adanya kasus yang pernah
terjadi di perusahaan rental mobil, adalah antara penyewa dan perusahaan
rental, dalam hal ini pihak perusahaan rental merasa sangat dirugikan dengan
terjadinya keterlambatan ini pihak penyewa, akibat dari terjadinya
keterlambatan ini pihak perusahaan sewa mobil berhak menuntut ganti kerugian
atau denda kepada penyewa tang mana denda di bebankan sejumlah 10% (sepuluh)
perjamnya dari total harga sewa yang telah disepakati sebelumnya.
3.
Melaksanakan
apa yang dijanjikannya tetapi terlambat.
Pihak perusahaan rental dalam penyelesaian
masalah dalam kasus wanprestasi tidak mampu memenuhi pembayaran pada waktu yang
dijanjikan pihak perusahaan rental pertama melakukan secara musyawarah dengan
pihak penyewa untuk mendapatkan kesepakatan yang tidak merugikan untuk kedua
belah pihak apabila tidak tercapainya penyelesaian secara musyawarah pihak
perusahan rental akan menyelesaikannya dengan melalui jalur hukum. Akan tetapi
dalam kasus ini penyelesaian wanprestasi atas tidak mampu memenuhi pembayaran
pada waktu yang dijanjikan oleh penyewa terhadap pihak perusahaan rental melaui
musyawarah telah memperoleh kesepakatan yang tidak merugikan bagi kedua belah
pihak, yaitu pihak penyewa bersedia membayar sisa atas sewa yang dilakukannya
dengan tenggang waktu yang sudah di sepakati dengan pihak perusahaan rental,
hal inidikarenakan guna menjaga citra baik untuk rental dan mempertahankan
langganan-langganan yang sudah terjalin baik dengan pihak perusahaan Rental. Menurut hasil analisis
yang di dapat disimpulkan bahwa penyelesaian yang dilakukan oleh pihak
perusahaan Rental dengan penyewa dilakukan bersama sama atau musyawarah guna
mencapai suatu kesepakatan bersama guna tidak merugikan salah satu pihak karena
menurut perusahaan Rental pemecahan masalah apabila dilakukan secara
bersamasama dengan tidak merugikan salah satu pihak akan lebih baik guna untuk
menjaga nama baik rental dengan tetap mempertahankan konsumennya agar tetap
menjadi konsumen tetap dalam melakukan sewa untuk selanjutnya.
Simpulan
Dapat
dikatakan, apabila tejadi keadaan memaksa (force majeure) yang diluar kemampuan
penyewa, penyewa tidak bersalah. Penyewa kendaraan bermotor dapat dituntut
untuk memenuhi seluruh kewajibannya bila dilihat karena kesalahan penyewa, baik
karena kesengajaan maupun karena kelalaian. Pihak yang menyewakan Dapat
menuntut pemenuhan perjanjian/ prestasi disertai dengan ganti kerugian,
menuntut ganti kerugian saja, menuntut pembatalan perjanjian lewat hakim dan
menuntut pembatalan perjanjian disertai ganti kerugian.
Penyelesaian yang dialkukan dalam
perjanjian sewa menyewa pada Perusahaan Rental mobil yaitu pelaksanaan
penyelesaian yang pernah terjadi di dalam pelaksanaan perjanjian sewa menyewa
di Perusahaan Rental mobil dengan penyewa dalam hal ini penyewa yang dilakukan
dengan melakukan pemesanan terlebih dahulu “booking” yang mana pihak Perusahaan
Rental mobil tidak dapat menepatinya, wanprestasi ini diselesaikan dengan cara
pihak Perusahaan Rental mobil mengupayakan kendaraan pengganti terlebih dahulu
atas kesepakatan yang dilakukan oleh kedua belah pihak terlebih dahulu guna
kebaikan bersama.
DAFTAR
PUSTAKA
Fuady, Munir. 2001. Hukum Kontrak (dari sudut Pandang
Hukum Bisnis) Buku Kedua. Bandung.
Citra Aditya Bakti.
Muhammad, Abdul kadir. 1992. Hukum Perikatan. Bandung. Citra
Adhitya Bakti.
Salim. 2003. Teori dan Teknik Penyusnan Kontrak. Jakarta.
Sinar Grafika.
Subekti. 1984. Hukum Perjanjian. Jakarta. PT Intermasa.
Syaifuddin,
Muhammad. 2012. Hukum Kontrak. Bandung. Mandar Maju.
J. Satrio.1999. Hukum Perikatan-perikatan Pada Umumnya. Bandung.
Penerbit Alumni.
[1] Abdul kadir
Muhammad, Hukum Perikatan, Citra Adhitya Bakti, Bandung, 1992, hlm.27
[2] Subekti, Hukum
Perjanjian, PT Intermasa, Jakarta,1984,hlm 45
[3] Munir Fuady, Hukum
Kontrak (dari sudut Pandang Hukum Bisnis) Buku Kedua, Citra Aditya Bakti:
Bandung, 2001, hlm. 87.
[4][4]
Salim, Teori dan Teknik Penyusnan Kontrak, Sinar Grafika: Jakarta,
2003,hlm.99.
[5] Muhammad
Syaifuddin, Hukum Kontrak, Mandar Maju: Bandung, 2012, hlm.339.
[6] J. Satrio,
Hukum Perikatan-perikatan Pada Umumnya, Penerbit Alumni: Bandung, 1999,
hlm.139.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar