Senin, 02 April 2018

PERMASALAHAN PENERAPAN HAK ANGKET DEWAN PERWAKILAN RAKYAT (DPR) TERHADAP KOMISI PEMBERANTASAN


PERMASALAHAN PENERAPAN HAK ANGKET
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT (DPR) TERHADAP KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK)
Oleh: Abdul Hafid Firdaus
Hukum Bisnis Syariah
Fakultas Syariah
Universitas Islam Negeri  Malang


Abstrak : Permasalahan penerapan hak angket Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terhadap komisi pemberantasan korupsi (KPK), kewenangan dalam Hak Angket DPR tidak dapat terlepas terhadap keinginan DPR dalam menjalankan tugas pengawawasan yang lebih efektiflagi. akantetapi, keberadaan Hak angket yang dimiliki DPR selama ini masih berada dalam  ketidakjelasa. Tentunya memiliki efek negatif terhadap keberadaan hak angket tersebut, penulisan artikel ini termotivasi dari adanya dampak negatif atau lebih tepatnya adanya problematika yang timbul dari hak angket yang dimiliki oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Keywords : DPR, KPK, Hak Angket.
Pendahuluan
Indonesia adalah negara konstitusional atau constitutional state, yaitu negara yang dibatasai oleh konstitusi.[1] Oleh karena itu menurut Montesquieu dengan teori trias politica yaitu legislatif, eksekutif dan yudikatif, sehingga tidak ada lagi yang dominan dalam menjalankan pemerintahan, seperti eksekutif dalam menjalankan kebijakannya selalu dipantau oleh legislatif atau di Indonesia disebut Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Hak angket adalah salah satu hak yang dimiliki DPR. Hak ini melekat maupun dilekatkan kepada fungsi atau jabatan DPR. Karena itu, hak angket diletakkan sebagai hak institusi atau hak kelembagaan. Dengan demikian, hak angket adalah perangkat untuk merealisasikan fungsi DPR. Selain hak kelembagaan, hak perseorangan (anggota) juga menjadi alat untuk merealisasikan melaksanakan fungsi DPR seperti hak mengajukan usul rancangan undang-undang, hak mengajukan pertanyaan, hak menyampaikan usul dan pendapat. Hak perseorangan lainnya, yaitu hak untuk memilih dan dipilih, hak membela diri, hak imunitas, hak protokoler, dan hak keuangan/administratif tidak bersangkutan dengan perwujudan fungsi DPR, melainkan bertalian dengan kedudukan sebagai anggota DPR sehingga lebih bertalian kapasitas pribadi.[2]
Pengawasan (controlling) adalah kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar penyelenggaraan suatu Negara yang disesuaikan dengan suatu rencana. Apabila dikaitkan dengan hukum dalam pemerintahan, pengawasan dapat berarti kegiatan yang ditujukan untuk menjamin suatu sikap pemerintah supaya tetap berjalan dengan hukum yang telah berlaku.
Dengan melewati suatu pelaksanaan fungsi terhadap pengawasan, dimana lembaga ini bertugas melindungi kepentingan rakyat, sebab dengan melalui penggunaan suatu kekuasaan yang berlandaskan fungsi ini, DPR dapat mengoreksi semua kegiatan lembaga kenegaraan lainnya melalui pelaksanaan berbagai hak DPR. Dengan demikian tindakan yang dapat mengabaikan kepentingan anggota masyarakat dapat diperbaiki. Tolak ukur suatu kontrol politik (pengawasan) berupa nilai politik yang dianggap ideal dan baik (ideologi) yang dijabarkan dalam kebijakan atau undang-undang. Yang maana fungsinya adalah untuk meluruskan suatu kebijakan maupun suatu pelaksanaan kebijakan menyimpang dan mereparasi kekeliruan sehingga kebijakan maupun pelaksanaannya searah dengan hal tersebut. Fungsi kontrol merupakan konsekuensi logis dalam sistem demokrasi dalam memperbaiki dirinya.[3] Mengenai fungsi tersebut, berfungsi menjalankan bersama-sama yang terdapat sistem checks and balances.

Hak-Hak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak, yaitu:[4]
1.      Hak Interpelasi, merupakan hak Dewan Perwakilan Rakyat untuk memohon kejelasan kepada Pemerintahan terhadap suatu kebijakan Pemerintahan yang urgen dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara.[5]
2.      Hak Angket, adalah hak Dewan Perwakilan Rakyat dalam pelaksanaan tugas penyelidikan terhadap penerapan suatu undang-undang maupun kepada kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal-hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.[6]
3.      Hak Menyatakan Pendapat, yaitu hak Dewan Perwakilan Rakyat dalam mempersatukan pendapat terhadap:[7]
a.       Suatu kebijakan pemerintah atau terhadap kejadian luar biasa yang terjadi di Indonesia maupun lingkup internasional;
b.      Tindakan lanjut suatu pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket; atau
c.       Suatu dugaan bahwa Presiden maupun Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, tindak pidana berat, korupsi, penyuapan, lainnya, atupun perbuatan tercela, dan/atau Presiden maupun Wakil Presiden tidak dapat lagi memenuhi syarat sebagai Presiden maupun Wakil Presiden.
Hak Angket DPR
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam pelaksanaan wewenang dan tugasnya termasuk tugas pengawasan, berhak memberikan rekomendasi kepada pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, warga negara, atau penduduk melalui proses rapat kerja, melakukan rapat denga pendapat, melakukan rapat dengan pendapat umum, melakukan rapat panitia khusus, melakukan rapat panitia kerja, melakukan rapat panitia tim pengawas, atau rapat tim lain yang dibentuk oleh DPR demi kepentingan bangsa dan negara.[8] Setiap pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, warga negara, atau penduduk wajib menindaklanjuti rekomendasi DPR tersebut.[9]
Hak angket itu diajukan oleh minimal 25 orang anggota DPR dan melebihi satu fraksi.[10] Proses pengusulan hak angket yang disertai dengan suatu dokumen yang termuat paling sedikit:[11]
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Menjadi Objek Hak Angket.
Dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU 30/2002”) sebagaimana telah diubah oleh Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“Perpu 1/2015”) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempunyai tugas:[12]
a.       Koordinasi dengan instansi yang bewenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;
b.      Supervisi terhadap instansi yang bewenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;
c.       Melakukan proses penyelidikan, atau penyidikan, maupun penuntutan dalam perkara tindak pidana korupsi;
d.      Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi;
e.       Melakukan suatu proses monitoring kepada penyelenggara pemerintahan didalam negara.
Sedangkan hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah dapat berupa kebijakan yang dilaksanakan sendiri oleh Presiden, Wakil Presiden, menteri negara, Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung, atau pempinan lembaga pemerintah nonkementerian.[13]
Jika melihat dari penjelasan banyak di atas, KPK bukanlah penyelenggara pemerintahan maupun bertugas membuat suatu kebijakan pemerintah, melainkan merupakan lembaga negara yang bersifat independen yang salah satu tugasnya adalah melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.
Sedangkan hak angket sendiri hak untuk melakukan penyelidikkan terhadapi pelaksanaan suatu undang-undang maupun kebijakan yang dijalankan oleh Presiden, Wakil Presiden, menteri negara, Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung, atau pempinan lembaga pemerintah nonkementerian. Selain itu juga, yang dipanggil oleh panitia angket DPR untuk menjalankan hak tersebut adalah warga negara Indonesia dan/atau orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia untuk dimintai keterangan. Jika ditarik kesimpulan dari penjelasan tersebut, maka KPK tidak termasuk dari objek hak angket DPR.
Kesimpulan
1.      Pasal 79 UU No. 17 Tahun 2014 menjelaskan bahwa salah satu hak DPR adalah merupakan Hak angket. Namun di dalam kasus antara DPR dan KPK, hak angket tidak bisa dilakukan oleh pihak DPR kepada KPK. Karena hak angket berlaku hanya untuk pemerintah dan yang dimaksud selalu eksekutif.
2.      KPK memiliki hubungan kedudukan yang khusus dengan kekuasaan yudikatif, Pasal 53 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengamanatkan pembentukan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang memiliki tugas maupun wewenang dalam memeriksa maupun memutus tindak pidana korupsi dimana penuntutannya dilakukan oleh Komisi Pemilihan Bidikmisi.
3.      Proses pelaksanaan Hak Angket yang transparan akan dikoreksi oleh Panitia Khusus (Pansus) DPR, semua elemen masyarakat akan kembali pada kesibukannya masing-masing. Begitu juga dengan DPR. Terhadap aktivitas parlemen, tentu saja perhatian publik masih tertuju pada pelaksanaan Hak Angket DPR atas KPK.
Referensi
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu HukumTata Negara, cet II, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010).
Padmo Wahjono, Indonesia Negara Berdasarkan Atas Hukum, cet. II, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983), hlm. 82.Pasal 79 ayat (4) UU No. 17 Tahun 2014.
Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002
Penjelasan Pasal 79 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014.
Undang-Undang No. 27 Tahun 2009 tentang MD3.
Undang-Undang No. 42 tahun 2014
Undang-Undang No. 17 Tahun 2014




[1] Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu HukumTata Negara, cet II, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm. 281.
[2] UU No. 27 Tahun 2009 tentang MD3, Pasal 28.
[3] Padmo Wahjono, Indonesia Negara Berdasarkan Atas Hukum, cet. II, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983), hlm. 82.
[4] Pasal 79 ayat (1) UU No. 17 Tahun 2014
[5] Pasal 79 ayat (2) UU No. 17 Tahun 2014
[6] Pasal 79 ayat (3) UU No. 17 Tahun 2014
[7] Pasal 79 ayat (4) UU No. 17 Tahun 2014
[8] Pasal 74 ayat (1) Undang-Undang No. 42 tahun 2014
[9] Pasal 74 ayat (2) Undang-Undang No. 42 tahun 2014
[10] Pasal 199 ayat (1) Undang-Undang No. 17 Tahun 2014
[11] Pasal 199 ayat (2) Undang-Undang No. 17 Tahun 2014
[12] Pasal 6 Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002
[13] Penjelasan Pasal 79 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014

PERMASALAHAN PENERAPAN HAK ANGKET DEWAN PERWAKILAN RAKYAT (DPR) TERHADAP KOMISI PEMBERANTASAN

PERMASALAHAN PENERAPAN HAK ANGKET DEWAN PERWAKILAN RAKYAT (DPR) TERHADAP KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) Oleh: Abdul Hafid Firdau...